MAKALAH REVITALISASI PANCASILA DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK INDONESIA MODERN - Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Minggu, 20 September 2015

MAKALAH REVITALISASI PANCASILA DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK INDONESIA MODERN





REVITALISASI PANCASILA DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL-POLITIK INDONESIA MODERN
Gelombang demokrasi ( democracy wave ) dalam bentuk tuntutan reformasi di Negara-negara tidak demokrasi, termasuk Indonesia, menjadi ancaman bagi eksistensi ideologi nasional seperti Pancasila. Namun demekian, globalisasi juga melahirkan paradoksnya sendiri: di satu sisi globalisasi demokrasi mengakibatkan kebangkrutan banyak faham ideologi, di sisi yang lain juga mendorong bangkitnya semangat nasionalisme lokal, bahkan dalam bentknya yang paling dangkal dan sempit semacam ethno-nasionalisme, bahkan tribalism. Gejala ini, sering disebut sebagai “balkanisasi” yang terus mengancam integrasi Negara-negara yang majemuk dari sudut etnis, sosial kultural, dan agama seperti Indonesia.

Menurut Azra, paling tidak ada tiga faktor yang membuat Pancasila semakin sulit dan marjinal dalam perkembangannya saat ini. Pertama, Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rezim Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status quo kekuasaannya. Rezim Soeharto, misalnya, menetapkan Pancasila sebagai azas tunggal bagi setiap organisasi, baik organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik. Rezim tersebut juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang diindoktrinasikan secara paksa melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( P4 ).
Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan yang ditetapkan Presiden BJ. Habibi tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi-ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama. Akibatnya, Pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik.
Ketiga, desetralisasi damotonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentiment kedaerahan. Jika tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin menumbuhkan sentiment local- nasionalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nasionalism. Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses desentralisasi akan makin hilang posisi sentralnya. Mempertimbangkan posisi krusial Pancasila di atas maka, perlu dilakukan revitalisasi makna, peran dan posisi Pancasila bagi masa depan Pancasila sebagai negara moden. Perlunya revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Lebih jauh azra menyatakan bahwa Pancasila telah terbukti sebagai common platform ideology negara-bangsa Indonesia yang paling feasible dan sebagai viable bagi kehidupan bangsa hari ini dan masa datang. Begitu juga melalui pendekatan “core values” yang inklusif yang secara historis telah mampu menjadi problem solver terkait dengan perdebatan antara kelompok yang berbeda latar belakang kulturnya dalam perumusan dasar-dasar negara dan perumusan konstitusi dalam sidang konstituante tahun 50-an.
Karena Pancasila yang krusial seperti ini, tegas azra, maka sangat mendesak untuk dilakukan rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila. Lebih lanjut azra menjelaskan, Rejuvenasi Pancasila dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila sebagai public discourse (wacana public). Dengan menjadi wacana publik sekaligus dapat dilakukan reassessment, penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan pemikiran baru dan pemaknaan baru. Dengan demikian, menjadikan Pancasila sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk mengembangkan kembali Pancasila sebagai ideology terbuka yang dapat di maknai secara terus menerus sehingga dapat terus relevan dalam kehidupan bangsa dan Negara Indonesia.
Rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila memerlukan keberanian moral kepemimpinan nasional. Tiga kepemimpinan nasional pasca Soeharto sejak dari presiden BJ Habibie, presiden Abdurrahman Wahid, sampai presiden Megawati Soekarno Putri, lanjut azra, telah gagal membawa Pancasila kedalam wacana dan kesadaran publik. Ada kesan traumatic untuk kembali membicarakasn Pancasila. Kini, sudah waktunya para elite dan pemimpin nasional memberikan perhatian khusus kepada ideologi pemersatu ini jika kita betul-betul peduli pada intregrasi bangsa Negara Indonesia.

Globalisasi dan Ketahanan nasional
Globalisasi merupakan fenomena yang berwajah majemuk. istilah globalisasi sering diidentikkan dengan internasionalisasi, liberalisasi, Universalisasi, westernisasi, de-Teritirialisasi: perubahan dan ketakterbatasan wilayah geografis disebabkan teknologi sehingga ruang social menjadi semakin luas dan tanpa sekat ruang. Jadi, secara umum globalisasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan dalam bentuk semakin bertambahnya keterkaitan antara masyarakat dan factor-faktor yang terjadi akibat transkulturasasi dan perkembangan teknologi modern.
Sebagai efek dari teknologi dan globalisasi maka terjadi peningkatan keterkaitan antaraseseorang dengan lainnya, satu bangsa dan bangsa lainnya sehingga menggiring dunia ke arah pembetukan deaa global (Global village). Hal senada terjadi tidak hanya dibidang informasi, dan ekonomi, namun meluas sampai pada tataran social-politik suatu bangsa.
Ketahanan bangsa disini berarti kondisi dinamis suatu bangsa dimana keuletan dan ketangguhan suatu bangsa mampu menghadapi berbagai persoalan yang terjadi termasuk persoalan globalisasi. Dalam hal ketahanan bangsa saat ini setidaknya terdapat peluang dan tantangan dalam berbagai bidang yang menjadi pokok persoalan:
Bidang politik.
a.      Demokrasi yang menjadi sistem politik sekarang apakah sudah mampu mewujudkan dan mengaspirasi suara rakyat dan kesejahteraan.
b.     Politik luar negri yang bebas dan aktif
c.      Good government yang ditandai dengan prinsip partisipasi, transparasi, rule of law, responsive, efektif serta efisien.
Ekonomi
a.    Menjaga kestailan ekonomi makro dengan menstabilkan nilai tukar rupiah
b.    Menyediakan lembaga-lembaga ekonomi modern, seperti pasar modal dan perbank-an
c.    Mengeksploitasi sumber daya alam secara proporsional dan tidak merusak alam.
Social-budaya
a.    Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia melalui demokratisasi pendidikan
b.    Penguasaan dan pemanfaatan teknologi
c.    Menyusun kode etik dan standarisasi profesi sesuai dengan karakter bangsa.

Hakikat dan Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. jadi Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia
Globalisasi merupakan kecenderungan masyarakat untuk menyatu dengan dunia, terutama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan media komunikasi massa. Selain itu, para cendekiawan Barat mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proses kehidupan yang serba luas, tidak terbatas, dan merangkum segala aspek kehidupan, seperti politik, sosial, dan ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia di dunia.
Secara umum globalisasi adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin bertambahnya keterkaitan antara masyarakat denga faktor-faktor yang terjadi akibat transkulturisasi dan perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi dapat di terapkan dalam berbagai konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya memahami globalisasi adalah suatu kebutuhan, mengingat majemuknya fenomena tersebut. Menurut Stiglitz sebagai mana dikutip sugeng bahagijo dan darmawan triwinowo di sauatu sisi globalisasi menbawa potensi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi banyak Negara, peningkatan standar hidup serta perluasan akses atas informasi dan teknologi, di sisi lain telah membawa kesenjangan utara-selatan serta kemiskinan global.
Globalisasi merupakan fenomena berwajah majemuk, seperti diuraikan scolte(2000), sebagai mana dikutip Sugeng Bahagijo dan darmawan triwibowo, bahwa globalisasi sering di dentikkan dengan: 1. internasionalisasi yaitu hubungan antar Negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal: 2. liberalisasi yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan pemeritah untuk membuka ekonomi tanpa pagar (borderless world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar masuk mata uang, kendali devisa dan ijin masuk suatu Negara:( visa). 3. Universalisasi yaitu ragam hidup seoerti makanan Mc Donald, kendaraan, di seluruh pelosok penjuru dunia. 4. Westernisasi atau Amerikanisasi yaitu ragam hidup dan budaya barat atau amerika: 5. De-teroterialisasi, yaitu perubahan-perubahan geografi sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat dan distance menjadi berubah. Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang dibicarakan oleh setiap orang hingga diskusi ilmiah dalam lingkungan akademik.
Lebih lanjut sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Tilaar, bahwa pada dasar proses globalisasi menampakkan wajahnya dalam: 1. Keterkaitan (interconnectedness) seluruh masyarakat; 2. perusahaan-perusahaan trans- nasional berperan dalam ekonomi global; 3.intergrasi ekonomi internasional dalam produksi global; 4. Sistem media trans-nasional yang membentuk “kampung global“ (global village); 5. Turisme global dan imperalime media; 6. Konsumerisme dan budaya global (“macdonaldization”)
Menurut B. Herry Ppriyono, ada tiga lapis definisi globalisasi. Lapis pertama, globalisasi sebagai transformasi kondisi spasial temporal kehidupan. Hidup yang kita alami mengandaikan ruang (space) dan waktu (time). Nama fakta itu juga berarti jika terjadi perunahan dalan pengelolaan tata ruang waktu, terjadi juga pengorganisasian hidup. Misalnya, bila sebuah berita yang dikirim dari Jakarta kepada keluarga dan Papua tidak lagi membutuhkan waktu 30 hari ( seperti 100 tahun lalu ) atau 7 hari ( melalui pos hari ini ), tetapi membutuhkan satu menit melalui telepon, maka ada yang berubah dalam kordinasi interaksi manusia. Contoh tersebut jika di bawah ke skala dan lingkup dunia, kurang lebih itulah globalisasi. Ahli geografi, David Harvey, menyebutnya sebagai gejala “pemadatan ruang-waktu”. Sedangkan Anthoni Giddens mengartikan globalisasi sebagai ”aksi dari kejauhan “. Dengan kata lain, pada lapis ini globalisasi menyangkut transfomasi cara-cara kita menghidupi ruang dan waktu globalisasi adalah perubahan kondisi special temporal kehidupan; ruang dan waktu tidak lagi di alami sebatas lingkup suku atau negara bangsa, tetapi seluas bola dunia.
Lapis kedua, globalisasi sebagai transformasi lingkup cara pandang. Pada lapisan ini globalisasi menyangkut transformasi cara memandang, cara berfikir, cara merasa dan cara mendekati persoalan. Isi dan perasaan kita tidak lagi hanya di pengaruhi oleh peristiwa yang tejadi dalam lingkup hidup dimana kita berada, tetapi oleh berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dermikian pula dalam hal budaya , ekonomi, politik, hukum, bisnis, dan sebagainya.dengan kata lain, pada lapisan ini globalisasi menyangkut transformasi isi dan cara merasa serta memandang persoalan ke lingkup dan skala seluas bola dunia.
Lapisan ketiga, globalisasi sebagai tansformasi modus tindakan dan praktik. Inilah lapis arti globalisasi yang banyak di tampilkan secara publik oleh para pelaku bisnis serta pejabat serta di dalam citra media. Pada lapisan ini, globalisasi menujuk pada “proses kaitan yang makin erat semua aspek kehidupan pada skala mondial”. Gejala yang muncul dari interaksi yang makin intensif dalam perdagangan, transaksi , finansial, media, budaya, tranportasi, teknologi, infomasi dan sebagainya.
Dalam keragaman dimensi kultural, hukum dan politik yang terlibat dalam globalisasi, yang akan diajukan adalah bahwa globalisasi terutama di gerakan oleh praktik penjelajahan sektor bisnis yang terus menerus mencari wilayah baru bagi produksi, distibusi dan pasar yang paling menguntungkan bagi proses akumulasi modal dan laba. Sebuah proyek besar bernama the global history merupakan penelitian yang sampai sekarang mungkin paling komprehesif mengenai kaitan antara globalisasi dan bisnis transnasional. Dengan atlas dan data stastistik yang banyak, Gabel dan Bruner menyimpulkan bahwa “globalisasi dan perusahaan transnasional terkait satu sama lain seperti ayam dan telur”.
Atlas itu memetakan dengan rinci evolusi daya penentuan perusahaan-perusahaan trans nasional terhadap corak globalisasi dewasa ini. Kekuatan-kekuatan bisnis transnasional itu,dalam istilah Gabel dan Bruner ”sesungguhnya sosok-sosok levianthan di zaman kita“. Sedangkan Alvaro J. de Ragil menyebut gejala itu sebagai corpocracy , atau pemeritahan dunia oleh jaringan bisnis raksasa. Dengan kata lain, pada jantung globalisasi pada coraknya seperti sekarang ini terlibat ekspansi secara besar-besaran kekuasaan bisnis, terutama perusahaan-perusahaan transnasional.
Dengan demikian, peningkatan saling keterkaitan antar seseorang atau satu bangsa dengan bangsa lainnya telah menggiring dunia pada desa globalisasi (global village). Desa global merupakan kenyataan sosial yang saling tetpisah secara fisik tetapi saling berhubungan dan memengaruhi secara non fisik. seperti harga minyak bumi di pasar dunia yang sangat memengaruhi harga bahan bakar minyak di Indonesia, fluktuasi harga tomat di Eropa, misalnya, akan berdampak pada pasar tradisional di Indonesia. Hal serupa terjadi pula dalam bidang sosial, politik dan kebudayaan. terdapat banyak faktor yang mendorong terjadinya globalisasi antara lain pertumbuhan kapitalisme, maraknya inovasi teknologi komunikasi dan informasi serta diciptakanya regulasi-regulasi yang meningkatkan persaingan dalam skala besar dan luasnya seperti property rights, standarisasi teknik dan prosedural dalam produk dan sistem produk serta penghapusan hambatan perdagangan. Beberapa unsur penting yang terkait dengan globalisasi adalah:
Multikulturalisme antara Nasionalisme dan Globalisasi
Antara Nasionalisme dan Globalisasi
Salah satu  penting yang mengiringi gelombang demokrasi adalah munculnya wacana multikulturisme. Multikulturisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa ataupun agama. konsep multikulturalisme muncul pertama kali di Kanada dan Australia sekitar 1950-an.
Menurut Achmad Fedyani Saifuddin, ada tiga cara pandang atau pemahaman orang tentang multikulturisme, yaitu;
1.      Popular
Yaitu memahami multikulturalisme dengan menunjuk hadirnya berbagai jenis makanan, kegiatan yang berasal dari luar daerah bisa diterima kehadirannya tanpa persoalan dalam masyarakat.
2.      Akademik
Secara akademik, multikulturalisme dipandang kontras dari pluralisme, karena pluralisme lebih merujuk pada hadirnya sejumlah kebudayaan yang masing-masing mempunyai identitas, ciri-ciri, dan sifat sendiri. Sedangkan multikulturalisme ingin menumbuhkan sikap dan perilaku toleran, saling menghargai dan kerukunan antar kebudayaan.
3.      Politis.
Secara politis, multikulturalisme dipandang sebagai gejala meningkatnya kemajemukan kebudayaan sehingga dapat menimbulkan berbagai persoalan sosial dan politik yang membutuhkan pengaturan. Dalam konteks ini pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan baru termasuk aturan hukum apabila terjadi konflik sosial.
Karakter masyarakat multikultur adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat peaceful co-existence, hidup berdampingan secara damai. Dalam perspektif multikulturisme, baik individu maupun kelompok hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan identitas etnik dan kultur mereka.
1.      Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme berasal dari kata “Multi” yang berarti plural, “cultural” yang berarti kultur atau budaya dan “isme” yang berarti paham atau aliran.
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideology yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status social politik yang sama dalam masyarakat modern.
Multikulturalisme Menurut para ahli:
1)       Menurut S. Saptaatmaja dari buku Multiculturalisme Educations : A teacher Guide to Linking Context, Process And Content karya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi.
2)      Menurut Fay, Jary dan Watson, multikulturalisme adalah ideology yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kelompok.
3)      Menurut Reed multikulturalisme digambarkan sebagai sebuah mosaic, sehingga masyarakat dilihat sebagai sebuah kesatuan hidup manusia yang mempunyai kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut.
4)      Menurut Parsudi Suparlan akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusi

2.      Multikulturalisme Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
3.      Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
4.      Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
5.      Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
6.      Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.
7.      Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena: 1. Letak geografis indonesia 2. perkawinan campur 3. iklim


Post Top Ad

Your Ad Spot