Pengertian An-Nusyuz Dalam Fiqh Munakahat - Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Jumat, 16 Oktober 2015

Pengertian An-Nusyuz Dalam Fiqh Munakahat

061
A.    Pengertian An-Nusyuz
 
Nusyuz adalah kata yang berasal dari bahasa arab yang secara etimologi yang berarti meninggi atau terangkat.Nusyuz itu haram hukumnya karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan agama melalui Al-Qur’an dan Hadits nabi.Dalam hubungannya kepada Allah pelakunya berhak atas dosa dari Allah.[3]
Apabila terjadi sikap membangkang atau melalaikan kewajiban(Nusyuz) dari salah satu suami atau istri, jangan segera melakukan pemutusan perkawinan, tetapi hendaklah diadakan penyelasaian yang sebaik-baiknya antara suami istri sendiri.
                        Apabila istri menentang kehendak suami dengan tidak ada alasan yang tidak dapat diterima menurut hukum syara’ tindakan itu dipandang durhaka.
Seperti hal-hal dibawah ini:
1.      Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan suami, tetapi istri tidak mau pindah ke rumah tersebut.
2.      Apabila suami istri tinggal dirumah kepunyaan dengan izin istri, kemudian pada suatu waktu istri mengusir ( melarang) suami masuk kerumah itu.
3.      Umpamanya istri menatap ditempat yang disediakan oleh perusahaannya,sedangkan suami supaya istri menetap dirumah yang disediakannya tetapi istri keberatan dengan tidak ada alasan yang pantas.

B.     Penyebab terjadinya Nusyuz suami dan Nusyuz Istri
1.      Nusyuz Suami
Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya.
Nusyuz suami terjadi bila ia tidak melaksanakan kewajibannya terhadap istrinya, baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi atau meninggalkan kewajiban yang bersifat nonmateri.Nusyuz yang dimaksud disini adalah menjauhi istri, bersikap kasar, meninggalkannya untuk menemaninya, meninggalkannya dari tempat tidurnya, mengurangi nafkahnya, atau berbagai beban berat lainnya bagi istri.Dalam surat An-Nisa’ (4) ayat 128 yang artinya :
“ Jika istri khawatir suaminya akan berlaku nusyuz dan berpaling, tidak ada salahnya jika keduanya melakukan perdamaian dalam bentuk perdamaian yang menyelesaikan. Berdamai itu adalah cara yang paling baik.Hawa nafsu manusia tampil dalam bentuk pelit, Bila kamu berbuat baik dan bertakwa maka sesuangguhnya Allah Maha Tahu atas apa yang kamu perbuat……”[4]
Terkadang penyebab nusyuz adalah suami yang berakhlak tercela, mudah marah, atau kekacauan dalam pembelanjaannya.[5]
2.      Nusyuz Istri
Kalau dikatakan istri Nusyuz terhadap suaminya berarti istri merasa dirinya sudah lebih tinggi kedudukannya dari pada suaminya, sehingga dia tidak ada lagi merasa kewajiban mematuhinya. Secara Definitif Nusyuz diartikan dengan : “Kedurhakaan istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-apa yang diwajibkan Allah atasnya.
Kadang-kadang perilaku istri menyalahi aturan ia berpaling dalam bergaul dengan suaminya, lalu ucapannya menjadi kasar, tampaklah kedurhakaan, meninggalkan ketaatan, dan menampakkan perlawanan.
Wajib bagi suami pada saat iu mencari sebab terjadinya perubahan istri, ia berterus terang dengannya mengenai apa yang terjadi, maka diharapkan istri menjelaskan sebab yang membuatnya marah yang tidak dirasakan suami, atau mengemukakan alasan sehingga kembalilah rasa cinta dan hilanglah mendung kemarahan, atau semoga istri memberi alasan atas perhatiannya dan memperbaiki sikapnya bersama suami.
Oleh karena itu, bagi suami jika telah jelas baginya bahwa nusyuz karena berpalingnya perilaku istri sehingga ia membangkang dan durhaka dengan melakukan dosa dan permusuhan, kesombongan dan tipu daya, islam mewajibkan suami untuk mencari penyelesaian dalam mengahadapi istri yang nusyuz.[6]
C.    Cara menagatasi nusyuz suami dan nusyuz istri.
1.      Nusyuz suami
Adapun cara mengatasi nusyuz suami adalah sebagai berikut :
a.       Hendaknya diminta darinya ketetapan istri akan kemuliaan pemeliharaannya beserta sifat-sifat yang dituntut bagi istri seperti hak memberikan tempat tinggal, nafkah atau lainnya sebagaimana istri-istrinya yang lain jika terdapat suami memiliki istri lainnya.
b.      Sebaiknya bagi istri jika ia mencintainya hendaknya memalingkan hati suaminya pada dirinya, mengharapkan kelanggengannya,takut untuk berpisah dan bercerai.
c.       Melakukan perundingan yang membawa kepada perdamaian.
d.      Bagi istri supaya berakhlak baik, berbuat adil dari akhlak suaminya atas dirinya dan menjauhkan dari setiap keadaan yang mengakibatkan memicu kekasarannya.[7]
2.      Nusyuz Istri
Apabila terjadi nusyuz dari pihak istri maka suami wajib mencari penyelesaiannya yang terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu :
1.      Pertama, Menasehati
Bagi suami hendaknya menasehati istri dengan hal yang sesuai baginya dan menyelaraskan wataknya dan sikapnya, diantara hal yang dapat dilakukan suami adalah :
a.       Memperingatkan istri dengan hukuman Allah.
b.      Mengancamnya.
c.       Mengingatkan istri dengan menyebut dampak dampak nusyuz.
d.      Menasehati istri dengan kitabullah.
e.       Menasehati istri dengan menyebutkan hadis-hadis.
f.       Memilih waktu dan tempat yang sesuai untuk berbicara.
Telah jelas hal ini kembali pada perkiraan-perkiraan suami sendiri, dan kadang kala ia telah menerima keadaan tersebut pada waktu yang sebentar bahwa solusi tidak bisa tercapai dengan memberi nasihat maka dilakukan tahapan kedua.
2.      Kedua, berpisah tempat tidur
Berpisah dari tempat tidur yaitu suami tidak tidur bersama isterinya, memalingkan punggungnya dan tidak bersetubuh dengannya.Beberapa suami ada yang meninggalkan rumah atau kamar tidur ketika ia marah.Ini merupakan berpisah tempat tidur, bukan meninggalkan istri dari tempat tidur.

3.      Ketiga, memukul
Jika dengan berpisah belum berhasil maka suami diperintahkan untuk memukul istrinya.Pemukulan ini tidak wajib secara syara’ dan juga tidak baik untuk dilakukan.Hanya saja ini merupakan cara terakhir bagi laki-laki setelah ia tak mampu menundukkan istrinya, mengajaknya dengan bimbingan nasihat dan pemisahan.Hal tersebut adalah hukuman fisik dari segi syara’ dan tidak dimaksudkan terbatas pada pemberian rasa sakit pada fisik perempuan yang durhaka.
Bagi suami untuk memukul dengan pukulan yang halus tanpa menyakitinya. Tidak meninggalkan bekas pada tubuh, tidak mematahkan tulangnya, dan tidak mengakibatkan luka karena yang dimaksud dari pemukulan ini adalah memperbaiki. Pukulan dalam hal ini adalah dalam bentuk ta’dib atau edukatif bukan atas dasar kebencian.
Sebagian istri-istri yang nusyuz tidak berpengaruh baginya nasihat-nasihat yang baik, tidak pula mendengar perkataan yang baik, dan ia tidak dapat mengembalikan mereka dari nusyuz dan kerendahan, merangsang orang-orang yang lelah dalam kehidupan keluarga dengan berpisah tempat tidur atas para suami bagi para istri.
Para ulama mengatakan sebaiknya untuk tidak berturut-turut memukulnya pada satu tempat, mengahindari wajah karena wajah menghimpun keindahan.Hendaknya tidak memukul dengan cemeti, juga tidak dengan tongkat.[8]






















BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang An-nusyuz diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa nusyuz itu artinya adalah kedurhakaan,nusyuz bisa terjadi pada suami ataupun pada istri, namuncenderungnya terjadi pada istri, jika nusyuz sudah terjadi didalam rumah tangga, maka suami atau isteri harus mencari penyelesaian secepatnya agar menghindari terjadinya sebuah perceraian.Apabila nusyuz terjadi dipihak istri maka suami supaya memberi nasihat dengan cara baik, kalau tidak mempan, dianjurkan untuk pisah tidur, jika juga tidak mempan maka dianjurkan agar memberi pelajaran dengan memukul, tapi tidak boleh dibagian muka dan jangan sampai menyebabkan luka.









DAFTAR PUSTAKA
As-Subki,Ali Yusuf .Fiqh Keluarga.Jakarta:Amzah. 2010
Sarong,Hamid.Hukum Perkawinan Islam  di Indonesia.Banda Aceh:Yayasan PeNa.2005
Syarifuddin,Amir.Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.Jakarta:Kencana.2006




[1] Hamid Sarong,Hukum Perkawinan Islam  di Indonesia,(Banda Aceh:Yayasan PeNa,2005),Hal 140
[2] Ali Yusuf As-Subki,Fiqh Keluarga,(Jakarta:Amzah, 2010) Hal 299
[3] Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Jakarta:Kencana,2006)hal 190
[4] Ibid, hal 194
[5] Ali Yusuf As Subki,Fiqh Keluarga… 318
[6] Ibid, hal 302
[7] Ibid, hal 320
[8] Ali Yusuf As Subki, Fiqh Keluarga… 312

Post Top Ad

Your Ad Spot