TIPOLOGI MEDIATOR DAN TAHAPAN PROSES MEDIASI - Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Jumat, 16 Oktober 2015

TIPOLOGI MEDIATOR DAN TAHAPAN PROSES MEDIASI







A.   TIPOLOGI MEDIATOR DAN TAHAPAN PROSES MEDIASI
a)      Tipologi Mediator
Mediator dalam dalam menjalankan proses mediasi memperlihatkan sejumlah sikap yang mencerminkan tipe mediator. Sikap mediator dapat dianalisis dari dua sisi dimana mediator melakukan sutu tindakan semata-mata ingin membantu dan mempercepat proses penyelesaian sengketa. Pada sisi lain, tindakan mediator dalam melakukan negosiasi tidak seluruhnya dapat memuaskan para pihak yang bersengketa. Dari sikap mediator tersebut dapat diidentifikasi tipe-tipe mediator antara lain;
a)      Mediator Otoritatif
Tipe Otoritatif adalah mediator dimana dalam proses mediasi dia memiliki kewenangan yang besar dalam mengontrol dan memimpin pertemuan antar pihak. Keberlangsungan pertemuan para pihak sangat tergantung pada mediator, sehingga peran para pihak sangat terbatas dalam mencari dan merumuskan peyelesaian sengketa mereka. Mediator dengan tipe ini dapat pula menghentikan pertemuan antar para pihak, jika ia merasakan pertemuan tersebut tidak efektif, tanpa meminta pertimbangan dari para pihak.
Dalam proses mediasi, mediator dengan tipe otoritatif lebih banyak mengajukan pertanyaan kepada para pihak seputar akar persoalan utama yang menjadi sumber sengketa. Mediator otoritatif tidak banyak mendengarkan cerita dari pihak yang bersengketa, tetapi lebih banyak menggali cerita dari pihak. Pada sisi ini para pihak terlihat agak pasif dalam mengemukakan persoalannya, sehingga lebih banyak bergantung pada mediator.



Mediator dengan tipe Otoritatif dapat mempercepat penyelesaian sengketa dan tidak berlarut-larut, karena ia terlibat cukup aktif menggali informasi dari pihak, yang pada taraf tertentu kelihatannya ia melakukan “interogasi” kepada para pihak. Mediator jenis ini aktif menawarkan solusi kepada para pihak, sehingga mereka leluasa memilih opsi tersebut. Namun, tindakan mediator yang bertipe otoritatif sangat berpeluang untuk gagalnya penyeleseian sengketa melalui jalur mediasi, karena para pihak terkesan tidak bebas merumuskan opsi bagi penyelesaian sengketa mereka.
b)      Mediator Sosial Network
Mediator dengan tipe sosial network adalah tipe mediator di mana ia memiliki jaringan sosial yang luas untuk mendukung kegiatannya dalam menyelesaikan sengketa. Mediator ini memiliki hubungan dengan sejumlah kelompok sosial yang ada dalam masyarakat. Kelompok sosial dimaksud bertugas membantu masyarakat dalam penyelesaian sengketa, misalnya antara dua tetangganya, rekan kerjanya, teman usahanya atau antara kerabatnya. Mediator yang bertipe sosial network dalam menjalankan proses mediasi lebih menekankan bagaimana para pihak menyelesaikan sengketa melalui jaringan sosial yang ada ia miliki guna membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa.
Mediator sosial network mengarahkan sengketa yang ia tangani kepada pola-pola penyelesaian sengketa yang ia peroleh ketika ia bergabung dalam kelompok sosial. Keberadaan mediator jenis ini cukup penting, terutama ketika proses mediasi mengalami jalan buntu. Jaringan sosial yang dimiliki, akan memudahkannya dalam mempertahankan proses mediasi yang sedang berlangsung.
c)      Mediator Independen
Mediator independen adalah tipe mediator dimana ia tidak terikat dengan lembaga sosial dan instusi apapun dalam menyelesaikan sengketa para pihak. Mediator jenis ini berasal dari masyarakat yang dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka. Ia betul-betul bebas dari pengaruh mana pun, sehingga ia sangat leluasa menjalankan tugas mediasi. Mediator jenis ini sengaja diminta oleh para pihak, karena memiliki kapasitas dan skill dalam penyelesaian sengketa. Umumnya tipe mediator ini berasal dari tokoh masyarakat, tokoh adat atau ulama yang cukup berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa.
Independensi mediator tidak hanya dari sisi lembaga dan keberadaannya dalam masyarakat, tetapi juga indenpenden dalam menjembatani, menegosiasi, dan mencari opsi bagi penyelesaian sengketa para pihak. Ia menjaga imparsialitas dan netralitas dari pengaruh mana pun termasuk dari para pihak. Mediator jenis ini semata-mata memfokuskan diri pada upaya strategis yang dapat diambil untuk mengakhiri sengketa para pihak. Mediator independen sangat bebas melakukan kreasi untuk menciptakan sejumlah opsi, tanpa tergantung pada pihak mana pun.

i)                    Tahapan Proses Mediasi
a)      Tahap pembentukan forum
Pada awal mediasi, sebelum rapat antara mediator dan para pihak, mediator menciptakan atau membentuk forum, setelah forum terbentuk, diadakan rapat bersama.
Mediator memberi tahu kepada para pihak mengenal bentuk dari proses, menjelaskan aturan dasar, bekerja berdasar hubungan perkembangan dengan para pihak dan mendapat kepercayaan sebagai pihak netral, dan melakukan negosiasi mengenai wewenangnya dengan para pihak, menjawab pertanyaan para pihak, bila para pihak sepakat melanjutkan perundingan, para pihak diminta komitmen untuk mentaati aturan yang berlaku.
b)      Tahap pengumpulan dan pembagian informasi
Setelah tahap awal selesai, maka mediator meneruskannya dengan mengadakan rapat bersama, dengan meminta pernyataan atau penjelasan pendahuluan pada masing-masing pihak yang bersengketa. Pada tahap informasi, para pihak yang mediator dalam acara bersama. Apabila para pihak setuju meneruskan mediasi, mediator kemudian mempersilakan masin-masing pihak menyajikan versinya mengenai fakta dan patokan yang diambil dalam sengketa tersebut.
Mediator boleh mengajukan pertanyaan untuk mengembangkan informasi, tetapi tidak mengijinkan pihak lain untuk mengajukan pertanyaan atau melakukan intruksi apaun. Mediator memberi setiap pihak dengan pendapat mengenai versinya atas sengketa tersebut.
Mediator harus melakukan kualifikasi fakta yang telah disampaikan, karena fakta yang disampaikan para pihak merupakan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak lain menyetujuinya. Para pihak dalam menyampaikan fakta memiliki gaya dan versi yang berbeda-beda, ada yang santai, ada yang emosi, ada yang tidak jelas, ini semua harus diperhatikan oleh mediator. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi terhadap informasi yang disampaikan oleh masing-masing pihak, mediator secara netral membuat kesimpulan atas penyajian masing-masing pihak, mengulangi fakta-fakta esensial menyangkut setiap perspektif atau patokan mengenai sengketa.
c)      Tahap penyelesaian masalah
Selama tahap tawar-menawar atau perundingan penyelesaian problem, mediator bekerja dengan para pihak secara bersama-sama dan kadang terpisah, menurut keperluannya, guna membantu para pihak merumuskan permasalahan, menyusun agenda untuk membahas masalah dan mengevaluasi solusi. Pada tahap ketiga ini terkadang mediator mengadakan “caucus” dengan masing-masing dalam mediasi. Suatu caucus merupakan  pertemuan sendiri para pihak pada satu sisi dengan mediator. Mediator menggunakan caucus (bilik kecil) untuk mengadakan pertemuan pribadi dengan para pihak secara terpisah, dalam hal ini mediator dapat melakukan tanya jawab secara mendalam dan akan memperoleh informasi yang tidak diungkapkan pada suatu kegiatan mediasi bersama.
Mediator juga dapat membantu suatu pihak untuk menentukan alternatif-alternatif untuk menyelesaikannnya, mengeksplorasi serta mengevaluasi pilihan-pilihan, kepentingan dan kemungkinan penyelesaian secara lebih terbuka. Apabila mediator akan mengadakan caucus, harus menjelaskan penyelenggaraan caucus ini kepada para pihak, menyusun perilaku mediator sehubungan dengan caucus yang mencakup kerahasiaan yaitu mediator tidak akan mengungkapkan apapun pada pihak lain, kecuali sudah diberi wewenang untuk itu, hal ini untuk menjaga netralitas dari mediator dan akan memperlakukan yang sama pada para pihak.
d)     Tahap pengambilan keputusan
Dalam tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator untuk memilih solusi yang dapat disepakati bersama atau setidaknya solusi yang dapat diterima terhadap masalah yang diidentifikasi. Setelah para pihak mengidentifikasi solusi yang mungkin, para pihak harus memutuskan sendiri apa yang mereka setujui dan sepakati. Akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat keputusan bersama, yang kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian. Mediator dapat membantu untuk menyusun ketentuan-ketentuan yang akan dimuat dalam perjanjian agar seefisien mungkin, sehingga tidak ada keuntungan para pihak yang tertinggal di dalam perundingan.
Syarat menjadi mediator sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan sebagai berikut:
·         Cakap melakukan tindakan hukum.
·         Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun;
·         Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidang lingkungan hidup paling sedikit 15 (lima belas) tahun untuk arbiter dan paling sedikit 5 (lima) tahun untuk mediator atau pihak ketiga lainnya;
·         Tidak ada keberatan dari masyarakat dan

·         Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan.

Post Top Ad

Your Ad Spot