Pembahasan
الجهالة توجب فساد العقود إذا كانت مُفْضِية إلى نزاع مشكل
A.
Kaidah Dasar
Qaedah asasi yang menaungi kaedah ini adalah )
الضرر يزال kemudharatan harus dihilangkan )
الجهالة merupakan
masdar dari kata جهل-يجهل yang artinya ketidaktahuan. Kata مُفْضِية berasal dari أفضي-يفضي yang bermakna sampai atau mendatangkan. Kalimat نزاع merupakan masdar dari fiil نَزَعَ yang bermakna perselisihan atau
pertentangan. Kata مشكل merupakan
isim fiil dari أشكلَ. Pengertiannya
menurut ulama fiqh adalah apa-apa yang tidak dimengerti sampai ada dalil lain
yang menguatkan dia. Menurut ulama bahasa sesuatu yang susah atau samar-samar.
Setelah mengetahui makna per kata dari kaedah ini, dapat
disimpulkan bahwasanya arti dari kaedah ini adalah ketidaktahuan itu dapat menyebabkan
rusaknya akad dengan sendirinya apabila ketidaktahuan itu menjurus ke
perselisihan nantinya.
B.
Definisi Jahalah
Jahalah
secara bahasa berasal dari jahiltu Asy-Syai’ (Saya tidak tahu suatu hal, lawan
dari ‘alimuthu (saya mengetahuinya), dan jahalah adalah melakukan suatu
perbuatan tanpa ilmu.
Sedangkan
secara istilah para fuqaha menggunkan kata jahalah baik untuk manusia yang
tidak diketahui keyakinannya, perkataannya, ataupun perbuatannya, juga mereka
menggunakan kata jahalah pada aspek aspek lain diluar manusia, seperti barang
dagangan dan lain – lain. Sehingga sesuatu yang majhul mereka mensifatinya
dengan jahalah.[1]
Yang dimaksud dengan jahalah disini adalah ketidakjelasan yang
secara total terhadap benda yang diperjualbelikan, ataupun ketidaktahuan akan
beberapa point-point wajib yang disepakati bersama, dari hal-hal yang membuat
salah persepsi atau berbeda dalam menilai masalah. Dan ini merupakan hal yang dapat
menimbulkan perselisihan serta konflik.
Para ahli fiqih berkata :”sesungguhnya jahalah ini bukanlah
substansi pencegah atau inti yang mencegah akad tetapi pencegahnya adalah
apabila dapat mengantar ke konflik itu. Maka aqad yang mengandung jahalah ini
dapat rusak (fasid) kalau itu menyebabkan kedhaliman, hilangnya hak-hak orang lain,
dan memakan harta manusia dengan bathil. Dan ini kembali kepada kebiasaan”[2]
Terdapat Kaitan yang erat antara jahalah dan gharar, kaitannya adalah bahwasanya gharar itu lebih umum
daripada jahalah, maka setiap yang terdapat jahalah padanya adalah gharar, dan
bukan setiap gharar itu jahalah.
C.
Pembagian Jahalah
Jahalah itu ada tiga tingkatan yaitu :
1)
Jahalah
Fakhsyiyah, itu jahalah yang dapat mengakibatkan persengketaan. Jahalah ini
menjadikan akad tidak sah karena diantara syarat sah akad adalah agar objek
akad itu ma’lum (diketahui) dengan pengetahuan yang meniadakan persengkataan
2)
Jahalah
Yasirah, yaitu jahalah yang tidak mengakibatkan persengkataan. Jahalah seperti
ini dibolehkan dan akad dengan adanya jahalah seperti ini juga sah, seperti
jahalah pondasi rumah dan lain – lain.
3)
Jahalah
Muthawasithah, yaitu jahalah antara fakhsyiyah dan yasirah. Para fuqaha berbeda
pendapat dalam jahalah ini, sebagian mereka menganggap bahwa hukumnya sama
dengan jahalah Fakhsyiyah, namun sebagian yang lain menganggapnya sama dengan
jahalah Yasirah. Setiap jahalah yang mengakibatkan persengketaan berarti
merusak akad. Seperti seseorang yang menjual seekor kambing yang tidak tentu
dari segerombolan kambing yang ada. Maka pihak penjual kadang ingin memberikan
kambing yang kualitasnya jelek dengan alasan tidak ada ta’yin (penentuan
barang). Pihak pembeli juga kadang ingin kambing yang berkualitas bagus dengan
alasan yang sama, maka akad seperti ini menjadi rusak menurut ulama Hanafiyah.
D.
Sumber Dari Al-Qur’an Dan Hadist
Dalil yang menguatkan kaedah ini tertera pada surah An-Nisa’ ayat
29
" يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن
تَرَاضٍ مِّنكُمْ... " (النساء:29)
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. (QS. 4:29)
Kaidah ini dipergunakan para ahli
hukum Islam dengan dasar argumentatif hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari
berbagai jalur transmisi (sanad) :
لَا ضَرَرَ وَلَاضِرَارَ
“Tidak
boleh memberi mudharat dan membalas kemudharatan”[3]
Dan
juga hadits yang diriwayatkan muslim :
" كل المسلم على المسلم حرام , دمه وماله
وعرضه " ( رواه مسلم ) .
Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram, darahnya,
hartanya dan kehormatan dirinya (H.R. Muslim).
Hadist yang diriwayatkan bukhari dan muslim :
من أسلف فليسلف في كيل معلوم و وزن معلوم الي أجل معلوم ( رواه
البخاري و مسلم )
“ Barang siapa
yang ingin jual beli salam, hendaklah menentukan ukuran barangnya, beratnya dan
waktu batas barangnya “
E.
Nilai – Nilai Dasar
1)
Keadilan
Kegiatan
jual beli apabila tidak dilandasi dengan dasar keadilan, maka akan dapat
merugikan sebelah pihak, dan allah mengharamkan jual beli yang terkandung di
dalamnya unsur keterpaksaan.
2)
Ketaatan
Dalam
jual beli, ada akad yang harus di taati oleh si penjual dan si pembeli yang
dengan ketaatan pada akad itu akan mendapat keridhaan di sisi Allah
3)
Kebebasan
Seorang
pembeli bebas menentukan barang apa saja yang ingin ia beli atau ia miliki,
terlepas dari segala unsur pemaksaan. Penjual tidak punya hak untuk memkasa si
pembeli agar membeli barang dagangannya.
4)
Tauhid
Allah
SWT menyerukan kepada setiap manusia agar mengesakan Allah dan tidak
menyekutukannya dengan siapapun, baik itu syaithan, kepada patung/benda mati,
pohon yang besar, maupun harta kekayaan.
5)
Tolong
menolong
Dengan
adanya jual beli yang sehat, maka kedua belah pihak telah sama-sama tertolong,
baik si penjual yang mendapatkan uang, maupun si pembeli mendapatkan barang
yang ia inginkan.
6)
Kepastian
hukum
Jual
beli pada dasarnya diperbolehkan oleh syariat, akan tetapi apabila terkandung
di dalamnya unsur kecurangan, maka ia menjadi haram.
F.
Contoh Kasus
1)
Jahalah
yang berkaitan dengan objek akad
Contoh
: Seseorang yang membeli seekor sapi dengan syarat sapi tersebut menghasilkan
susu sekian liter, maka syarat tersebut mengandung jahalah.
2)
Jahalah
berkaitan dengan waktu
Contoh
: Saya membeli Laptop ini pada saat turun hujan.
3)
Jahalah
dalam hal Harga
Contoh :
Pembeli berkata “Aku beli barang ini dari anda dengan harga seperti orang-orang
membelinya”
Daftar Pustaka
Washil, Nashr Farid Muhammad. 2009. Qawa’id
Fiqhiyyah. Jakarta : Amzah.
Asy-Syahatah,
Husain Husain. Qawaid fiqhiyyah wa dhawabit syar’iyah lil muamalat al
maliyah al muasharah. Al-Azhar.
Asy-Syahatah,
Husain Husain. At-Tijarah iliktruniyyah fi dhaui ahkamus syar’iyyah. Al-Azhar.