Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Kamis, 27 Oktober 2016

Makalah Pengertian dan Konsep Hukum Adat

Oktober 27, 2016


BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang

Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri,yang satu dengan yang lainnya pasti tidak sama.
Maka dari tu dalam memahami hukum adat, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu hukum adat serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.
b. Rumusan masalah
a. Apa pengertian hukum adat?
b. Konsep hukum adat
c. Apa unsur-unsur hukum adat?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. 

Pengertian hukum Adat menurut Prof. Dr. Soepomo, SH. adalah hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif meliputi peraturan yang hidup meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Beberapa pendapat pakar yang lain tentang pengertian hukum Adat antara lain:
1. Prof. M. M. Djojodigoeno, SH. mengatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
2. Menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven, hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
Batasan bidang yang menjadi objek kajian hukum Adat meliputi: a) Hukum Negara, b) Hukum Tata Usaha Negara, c) Hukum Pidana, d) Hukum Perdata, dan e) Hukum Antar Bangsa Adat.
Di masyarakat, hukum Adat nampak dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Hukum yang tidak tertulis (jus non scriptum), merupakan bagian yang terbesar,
2. Hukum yang tertulis (jus scriptum), hanya sebagian kecil saja, misalnya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja dahulu seperti pranatan-pranatan di Jawa.
3. Uraian hukum secara tertulis. Uraian ini merupakan suatu hasil penelitian.
Sifat dari hukum adat memiliki unsur elasitas, flesible, dan Inovasi, ini dikarenakan hukum adat bukan merupakan tipe hukum yang dikodifikasi (dibukukan). Istilah Hukum adat Indonesia pertama kali disebutkan dalam buku Journal Of The Indian Archipelago karangan James Richardson Tahun 1850.
B. Konsep Dasar Hukum Adat
Konsep dasar hukum adat dapat ditelaah dari pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Sehingga dapat dikatakan bahwa adat merupakan pola tingkah laku kebiasaan suatu suku bangsa. Namun demikian terdapat perbedaan pandangan diantara para ahli mengenai konsep hukum adat. Diantaranya adalah:
a. Menurut Prof. Mr. C. van Vollenhoven
Hukum Adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu. Aturan-aturan tingkah laku bagi pribumi dan Timur Asing  yang di satu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan hukum) dan di lain pihak tidak dikodifikasi (maka dikatakan adat).
b. Menurut Mr. B. Ter Haar Bzn.
            Hukum adat adalah aturan adat yang mendapat sifat hukum melalui keputusan-keputusan atau penetapan-penetapan petugas hukum seperti kepala adat, hakim, dan lain-lain, baik di dalam maupun di luar persengketaan. Ajaran dari Ter Haar ini terkenal dengan ajaran keputusan (fungsionaris hukum).

 c. Menurut Roelof van Dijk
            Hukum adat adalah suatu istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak dikodifikasi dalam kalangan orang pribumi dan Timur Asing. Lebih lanjut untuk membedakan antara peraturan-peraturan hukum dari peraturan adat lainnya di pasang kata hukum di depan kata adat. Sehingga hukum adat dan adat bergandengan erat.
d. Menurut Prof. Holleman
            Hukum adat adalah norma-norma hukum yang hidup yang disertai sanksi dan yang jika perlu dapat dipaksakan oleh masyarakat atau badan-badan yang bersangkutan.
e. Menurut Mr. J.H.P. Bellefroid
            Hukum adat adalah sebagai peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh Penguasa tetapi dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
f. Menurut Prof. Logemann
            Hukum adat adalah norma-norma pergaulan hidup bersama, yaitu peraturan-peraturan tingkah laku yang harus diturut oleh segenap warga pergaulan hidup bersama itu. Norma-norma tersebut mempunyai sanksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa norma yang memiliki sanksi adalah norma hukum.
g. Menurut Mr. L.W.C. van den Berg
            Berdasarkan teori receptio in complexu, hukum adat adalah sama dengan hukum agama yang dianut oleh sekelompok orang tertentu. Jadi tegasnya kalau suatu masyarakat itu memeluk suatu agama tertentu, maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya itu.


h. Menurut Mr. Is. H. Cassutto
            Hukum adat adalah segenap aturan-aturan yang dipengaruhi oleh magis dan animisme (pemujaan roh-roh luhur, hukuman dari kekuatan-kekuatan gaib, dan sebagainya).
i. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo
            Hukum adat adalah adat yang telah mendapatkan sifat (maupun bentuk) hukum melalui penetapan (existential moment) yang dikeluarkan oleh para petugas hukum baik di dalam maupun di luar sengketa. Pandangan Kusumadi ini sependapat dengan Ter Haar, tetapi tidak sepenuhnya sama, karena menurut Kusumadi meskipun tidak mendapatkan sifat (dan bentuk hukum) hukum melalui penetapan yang dikeluarkan oleh para fungsionaris hukum, hukum adat tetaplah ada dan hidup di masyarakat.
j. Menurut Prof. Dr. Supomo S.H.
            Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis (unstatutary law) di dalam peraturan legislatif yang meliputi :
  1. Hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan negara (parlemen, dewan provinsi dan sebagainya
  2. Hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim (judge made law).
  1. Hukum yang hidup sebagai kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan baik di kota maupun desa (customary law).

k. Menurut Dr. Sukanto
            Hukum adat adalah sebagai kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasi dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.

l. Menurut Prof. M.M. Djojodigoeno
            Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan. Pokok pangkal hukum adat adalah ugeran-ugeran dan timbul langsung sebagai pernyataan rasa keadilannya dalam hubungan pamrih.

m. Menurut Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah perhubungan dan persesuaian yang langsung antara hukum dan kesusilaan. Adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat dan mendapat pengakuan masyarakat. Meskipun berbeda, tetapi kaidah hukum dan kaidah kesusilaan memiliki kaitan yang sangat erat. Kaidah hukum juga memiliki unsur sanksi dan paksaan.

C. Unsur-Unsur Hukum Adat
Pada permulaannya untuk menyebut hukum adat antara lain digunakan istilah “godsdienstige wetten” atau hukum agama. Ini suatu bukti adanya kesalah pahaman, dimana hukum adat itu dianggap sama dengan hukum agama.
Menurut Snock Hurgronye, tidak semua bagian hukum agama diterima, diresepsi dalam hukum adat. Hanya sebagian tertentu saja dari hukum adat di pengaruhi oleh hukum agama(terutama bagian hukum keluarga, perkawinan dan hukum waris yang mendapat pengaruh dari hukum agama)
Ter Haar membantah sebagian pendapat Snock Hurgronye bahwa hukum waris tidak dipengaruhi oleh hukum islam. Melainkan hukum adat yang asli.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum adat:
1. Sebagian besar terdiri dari unsur-unsur hukum asli.
2. Sebagian kecil terdiri dari unsur-unsur hukum agama.
Dari batasan-batasan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari pada hukum adat sebagai berikut :
1. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral
4. Adanya keputusan kepala adat
5. Adanya sanksi/ akibat hukum
6. Tidak tertulis
7. Ditaati dalam masyarakat
Menurut soerodjo wignjodipoero, S.H. hukum adat memiliki dua unsur, yaitu:
1. Unsur kenyataan: bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu di indahkan oleh rakyat.
2. Unsur psikologis: bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.
Unsur inilah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum (opinion yuris necessitatis)





BAB III
PENUTUP
  Kesimpulan
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Dari batasan-batasan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari pada hukum adat sebagai berikut :
1. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral
4. Adanya keputusan kepala adat
5. Adanya sanksi/ akibat hukum
6. Tidak tertulis
7. Ditaati dalam masyarakat

Read More

Makalah Pembagian Jenis-Jenis Harta (Kajian Fiqh Muamalah)

Oktober 27, 2016


PEMBAGIAN JENIS-JENIS HARTA
            Menurut Fuqaha’ harta dapat ditinjau dari beberapa bagian yang setiap bagian memilik cirri-ciri khusus dan hukumnya tersendiri yang berdampak atau berkaitan dengan beragam hukum (ketetapan). Namun, pada pembahasan ini hanya akan dijelaskan beberapa bagian yang masyhur yaitu sebagai berikut :

1.      Mal Mutaqawwim dan Ghair al-Mutaqawwim

a.       Harta Mutaqawwim
 ialah sesuatu yang memiliki nilai dari segi hukum syar’I”. Yang dimaksud harta Mutaqawwim dalam pembahasan ini ialah segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan perkerjaan dan dibolehkan syara’ untuk memanfaatkannya. Pemahaman tersebut bermakna bahwa tiap pemanfaatan atas sesuatu berhubungan erat dengan ketentuan nilai positif dari segi hukum, yang terkait pada cara perolehan maupun penggunaannya.
Misalnya, kerbau halal dimakan oleh umat islam, tetapi, apabila kerbau tersebut disembelih tidak menurut syara’, semisal dipukul. Maka daging kerbau tersebut tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal (tidak sah) menurut syara’.
b.      Harta Ghair al-Mutaqawwim 
Ialah sesuatu yang tidak memiliki nilai dari segi hukum syar’i. Maksud pengertian harta Ghair al-Mutaqawwim merupakan kebalikan dari hartamutaqawwim, yakni segala sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan perkerjaan dan dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya.
Harta dalam pengertian ini, dilarang oleh syara’ diambil manfaatnya, terkait jenis benda tersebut dan cara memperolehnya maupun penggunaannya. Misalnya babi termasuk harta Ghair al-Mutaqawwim , karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri temasuk Ghair al-Mutaqawwim, karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk pembangunan tempat pelacuran, termasuk Ghair al-Mutaqawwim karena penggunaannya dilanggar syara’.
Kadang-kadang harta mutaqawwim diartikan dengan dzimah, yaitu sesuatu yang mempunyai nilai, seperti pandangan fuqaha’ : sesuatu dinyatakan bermanfaat itu tidak dinilai dengan sendirinya, tetapi ia dilihat dengan adanya akad sewa-menyewa yang dimaksudkan untuk memenuhi keperluan.


2.      Mal Mitsli dan Mal Qimi
a.       Harta Mitsli
Ialah harta yang ada persamaannya dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagiannya di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai. Dalam pembagian ini, harta diartikan sebagai sesuatu yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan yang pada bagian-bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi.
Harta mitsli terbagi atas empat bagian yaitu: harta yang ditakar, seperti gandum, harta yang ditimbang, seperti kapas dan besi, harta yang dihitung, seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter, seperti kain, papan, dan lain-lainnya.
b.      Harta Qimi
Yaitu harta yang tidak mempunyai persamaan di pasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon.
Dengan perkataan lain, pengertian kedua jenis harta di atas ialah mitsli berarti jenisnya mudah ditemukan atau diperoleh di pasaran (secara persis), dan qimi suatu benda yang jenisnya sulit didapatkan serupanya secara persis, walau bisa ditemukan, tetapi jenisnya berbeda dalam nilai harga yang sama. Jadi, harta yang ada duanya disebut mitsli dan harta yang tidak duanya secara tepat disebut qimi.
      Perlu diketahui bahwa harta yang dikatagorikan sebagai qimi ataupunmitsli tersebut bersifat amat relatif dan kondisional. Artinya bisa saja di suatu tempat atau negara yang satu menyebutnya qimi dan di tempat yang lain menyebutnya mitsli
3.      Mal Istihlak dan Mal Isti’mal
a.       Harta istihlak
Yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya, kecuali dengan menghabiskannya atau merusak dzatnya. Harta dalam katagori ini ialah harta sekali pakai, artinya manfaat dari benda tersebut hanya bisa digunakan sekali saja.
Harta istihlak dibagi menjadi dua, yaitu istihlak haqiqi dan istihlak huquqi. Istihlak haqiqi yaitu suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) dzatnya habis sekali digunakan. Misalnya makanan, minuman, kayu bakar dan sebagainya.
Sedangkan istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi dzat nya masih ada. Misalnya uang, uang yang digunakan untuk membayar hutang, dipandang habis menurut hukum walaupun uang tersebut masih utuhm hanya pindah kepemilikan.
b.      Harta Isti’mal
Ialah harta yang dapat digunakan berulang kali, artinya wujud benda tersebut tidaklah habis atau musnah dalam sekali pemakaian, seperti kebun, tempat tidur, baju, sepatu, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, perbedaan antara dua jenis harta tersebut di atas, terletak pada dzat benda itu sendiri, mal istihlak habis dzatnya dalam sekali pemakaian dan mal isti’mal tidak habis dalam sekali pemanfaatan (bisa dipakai berulang-ulang).
4.      Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul
a.       Harta Manqul
Ialah segala macam sesuatu yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu ketempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan tersebut. Harta dalam katagori ini mencakup uang, barang dagangan, macam-macam hewan, kendaraan, macam-macam benda yang ditimbang dan diukur.
b.      Harta Ghair al-Manqul atau Al-Aqar
Ialah segala sesuatu yang tetap (harta tetap), yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ke tempat yang lain menurut asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik, sawah, dan lainnya. Dalam ketentuan kitab undang-undang hukum perdata, istilah Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul (al-Aqar) diartikan dengan istilah benda bergerak dan atau benda tetap
5.      Mal ‘Ain dan Mal Dayn
a.       Harta ‘Ain
Ialah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras, kendaraan, dan yang lainnya. Harta ‘Ain dibagi menjadi 2 bagian :
1.      Harta ‘Ain Dzati Qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. Harta ‘ain dzati qimah meliputi :
a.       Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya.
b.      Benda yang dianggap harta yang tidak boleh diambil manfaatnya.
c.       Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya.
d.      Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari sepadanya yang serupa.
e.       Benda yang dianggap harta berharga dan dapat dipindahkan (bergerak)
f.       Benda yang dianggap harta berharga dan tidak dapat dipisahkan (tetap)
2.      Harta ‘Ain Ghayr Dzati Qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki nilai atau harga, misalnya sebiji beras.
b.      Harta Dayn
Ialah kepemilikan atas suatu harta dimana harta masih berada dalam tanggung jawab seseorang, artinya si pemilik hanya memiliki harta tersebut, namun ia tidak memiliki wujudnya dikarenakan berada dalam tanggungan orang lain.
Menurut Hanafiyah harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan daynkarena konsep harta menurut hanafiyah merupakan segala sesuatu yang berwujud (kongkrit), maka bagi sesuatu yang tidak memiliki wujud riil tidaklah dapat dianggap sebagai harta, semisal hutang. Hutang tidak dipandang sebagai harta, tetapi hutang menurut Hanafiyah merupakan sifat pada tanggung jawab (washf fii al-dzimmah)
6.      Mal ‘Aini dan Mal Naf’I (manfaat)
a.       Harta al- ‘Aini ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud), misalnya rumah, ternak, dan lainnya.
b.      Harta an-Nafi’ ialah a’radl yang berangsunr-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-Naf’I tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.
Ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa harta ‘ain dan harta naf’imemiliki perbedaan, dan manfaat dianggap sebagai harta mutaqawwim karena manfaat adalag maksud yang diharapkan dari kepemilikan suatu harta benda.
7.      Mal Mamluk, Mubah dan Mahjur
a.       Harta Mamluk
ialah sesuatu yang merupakan hak milik baik milik perorangan maupun milik badan seperti pemerintah dan yayasan. Harta mamluk terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1.      Harta perorangan (mustaqih) yang berpautan dengan hak bukan pemilik, misalnya rumah yang dikontrakkan. Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, misalnya seorang yang mempunyai sepasang sepatu dapat digunakan kapan saja.
2.      Harta pengkongsian antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada orang lain. Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya, semisal dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka pabrik tersebut di hasruslah dikelola bersama.

b.      Harta Mubah
Yaitu sesuatu yang pada asalnya bukan merupakan hak milik perseorangan seperti air pada air mata, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di lautan dan buah-buahannya. Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya akan menjadi pemiliknya, sesuai dengan kaidah : “Barang siapa yang membebaskan harta yang tidak bertuan, maka ia menjadi pemiliknya”
c.       Harta Mahjur
Yaitu harta yang dilarang oleh syara’ untuk dimiliki sendiri dan memberikannya kepada orang lain. Adakalanya harta tersebut berbentuk wakaf ataupun benda yang dukhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan, dan yang lainnya.
8.      Harta Yang Dapat Dibagi dan Harta Yang Tidak Dapat Dibagi
a.       Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan bila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, jagung, tepung dan sebagainya.
b.      Harta yang dapat dibagi (mal ghair al-qabil li al-qismah) ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi misalnya gelas, kemeja, mesin dan sebagainya.
9.      Harta Pokok (ashl) dan Harta Hasil (tsamar)
a.       Harta pokok ialah harta yang memungkinkan darinya muncul harta lain
b.      Harta hasil ialah harta yang muncul dari harta lain (harta pokok)
Pokok harta juga bisa disebut modal, misalnya uang, emas, dan yang lainnya, contoh harta pokok dan harta hasil ialah bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta pokok dan bulunya merupakan harta hasil, atau kebau yang beranak, anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkan disebut harta pokok.
10.  Mal Khas dan Mal ‘Am  
a.       Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b.      Harta ‘Am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya secara bersama-sama.
Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian yaitu :
a)      Harta yang termasuk milik perseorangan
b)      Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan
Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan, ada dua macam yaitu :
a.       Harta yang bisa menjadi milik perorangan, tetapi belum ada sebab pemilikan, misalnya binatang buruan di hutan.
b.      Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab kepemilikan misalnya ikan di sungai diperoleh seseorang dengan cara memancing.
c.       Harta yang tidak masuk milik perorangan adalah harta yang menurut syara’ tidak boleh dimiliki sendiri, misalnya sungai, jalan raya dan yang lainnya.
Dari kesepuluh pembagian jenis-jenis harta yang telah diuraikan di atas, secara global konsep  harta dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Mal at-Tam yaitu harta yang merupakan hak milik sempurna baik dari segi wujud benda tersebut maupun manfaatnya, pengertian harta ini disebut jugaMilk at-Tam berarti kepemilikan sempurna atas unsure hak milik dan hak penggunaannya.
2.      Mal Ghair al-Tam yaitu harta yang bukan merupakan hak milik sempurna baik dari segi wujud benda tersebut maupun dari segi manfaatnya, pengertian harta ini disebut juga Milk an-Naqis yang berarti kepemilikan atas unsur harta hanya dari satu segi saja. Semisal hak pakai rumah kontrakan dan sebagainya.

Read More

Makalah Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan

Oktober 27, 2016





A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Perkembangan kehidupankenegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar terutama berkaitan dengan gerakan reformasi, serta perubahan Undang-undang termasuk amandemen UUD 1945 serta Tap MPR NO.XVIII/MPR/1998, yang menetapkan mengembalikan kedudukan Pancasila pada kedudukan semula, sebagai dasar filsafat Negara.

Hal ini menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam, akibatnya akhir-akhir ini bangsa Indonesia menghadapi krisis ideologi.Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masalampau. Dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan yang sinis serta upaya melemahkan peranan ideologi Pancasila pada era Reformasi dewasa ini akan sangat berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahnya kepercayaan rakyat terhadap ideologi negara yang kemudian pada gilirannya akanmengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipelihara serta didambakan bangsa Indonesia sejak dahulu.Olehkarena itu, agar kalangan intelektual terutama mahasiswa sebagai calon pengganti pemimpin bangsa di masa mendatang memahami makna serta kedudukan Pancasilayang sebenarnya maka harus dilakukan suatu kajian yang bersifat ilmiah. Berhubung banyaknya bahasan yang mencakup Pancasila maka penulis hanya membahas Pancasila sebagai Sistem Filsafat dan Ideologi bangsa Indonesia.

B.Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan

1. UUD 1945

a. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita, tujuan dan aspirasi Bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).

b. Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
c. Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
d. Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
e. Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan.
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
C. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan Keputusan DIRJEN DIKTI No. 43/ DIKTI/ Kep/ 2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah dirumuskan sebagai visa, misi dan kopetensisebagai berikut.Visipendidikan kewarganegaraan di perguran tinggiadalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, gunamengantarkan mahasisiwa memantapkan kepribadianya sebagai manusia seutuhnya.Misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantumahasiswa memantapkan kepribadianya, agar secara konsisten mampu mewujudkannilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai,menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasatanggung jawab dan bermoral.
Berdasarkan pendapat para ahli maupun dari pengertian secara umum hingga mendetail untuk menambah pengetahuan maupun wawasan .

Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:

a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut:a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah :
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, dan Pancasila sejati” (Somantri, 2001:279).

Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa diharapkan :

a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.

b. Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Setelah menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, maka dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari – hari. Adapun harapan yang ingin dicapai setelah pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.

Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot